Kamis, 09 Agustus 2012

The Blind Vampire





Kota Apple Bwoszok diliputi ketakutan dan kekalutan. Kota yang selama ini aman sentosa bebas dari petaka digemparkan oleh peristiwa-peristiwa yang membuat bulu kuduk warga berdiri, hingga
tanggal berguguran menyeraki bumi. Hampir di tiap pagi ditemukan mayat-mayat di tempat berbeda--taman, sekolah, selokan, kuburan, dll--dalam keadaan pucat kehabisan darah. Dan selalu di leher terdapat bekas gigitan taring. Perbuatan biadab yang dilakukan oleh binatang ataukah manusia binatang?
Para polisi dan detektif yang dahulunya terbiasa tidak ada kerjaan, karena terlalu minimnya catatan kriminal di kota itu, menjadi sibuk dan bertanya-tanya. Ada apa ini gerangan?
Jam malam pun diberlakukan. Kota Apple Bwoszok menjadi tak nyaman lagi. Banyak warga yang memilih menyingkir untuk sementara, sampai keadaan menjadi normal kembali nantinya, harapan besar mereka.
***
Di dunia yang sama, kota yang sama, namun komunitas yang berbeda. Kawanan vampir yang tergabung dalam Vampire Community (VC), mengadakan rapat briefing mendadak. Membahas kejadian yang terjadi di kota tersebut.
“Mustahil ini terjadi! Kita sudah melakukan kesepakatan untuk tidak membunuh penduduk! Apalagi anak-anak kecil! Sungguh biadab!” Jendral Triumph, ketua para vampir, menggeram, mengelus-elus jenggotnya yang cuman beberapa helai. “Kita telah sepakat untuk hanya mengkonsumsi darah para penjahat saja, dan menghilangkan jejak mayatnya. Bisa dibilang, kita selama ini telah membantu kota ini dari kejahatan. Kita telah berbakti kepada dunia ini. Lalu mengapa sekarang bisa terjadi hal demikian?!”
Para anggota rapat duduk terdiam. Roman muka mereka cemas.
“Brante, kamu selama ini dipercaya mengurus daftar korban kita. Tolong laporkan pertanggung-jawabanmu!” perintah Sang Jendral.
“Maaf, Jendral, s-saya sudah memastikan, t-t-tidak ada kesalahan. Korban-korban yang d-d-dimaksud... t-t-tidak ada dalam daftar saya,” jawab vampir kurus itu terbata-bata saking takutnya.
“West! Kamu sebagai Menteri Keamanan, tolong beri tahu tugasmu selama ini, mengapa semua ini bisa terjadi?” Sang Jendral beralih kepada Mayor West, koordinator Dewan Keamanan Vampir Community.
“Seperti yang telah dilaporkan saudara Brante, Tuan. Semua vampir mengambil jatah sesuai yang ada dalam daftar. Dan--”
“Sudah! Sudah! Cukup!” potong Sang Jendrral. “Lalu Penasihat, bagaimana menurutmu?” tanya Sang Jendral kepada penasehat kesayangannya.
“Begini, weice, Jendralku yang gagah guanteng, ike yakin perbuatan yang tidak bertanggung jawab ini bukan dilakukan oleh komunitas kita. Ih! Amit-amit! Kita semua tahu khan, bulan ini adalah bulan puasanya para vampir, di mana telah dinyatakan bahwa kota ini telah bebas dari orang jahat. Tahu gak sich!? Lagipula kita sudah sepakat untuk segera mungkin berpindah kota, untuk mencari kota labuhan berikutnya. Mayor Dorte sudah ditugaskan mencari kota tujuan kita selanjutnya. Tinggal menunggu informasi darinya. Eh, kemana aja sih do’i? Ike kangen lagi! Hi-hi-hi, endaaang…” sang penasihat melapor, diselingi tawa dan tiwi, dengan lagak bencongnya. “Btw kita khan lagi masa rehat. Vampir-vampir sudah seminggu ini tidur di peti masing-masing. Tidur nyenyak untuk memulihkan energi, so, dipastikan tidak ada yang keluar dari peti mati, eh tidur! Sipir Bosta dan Leban sudah memberi kesaksian tersebut, secara langsung loh, kepada ike. Jadi menurut hemat ike, bo’, perbuatan biadab ini, hiii, yang dapat merusak kredibilitas Vampir Community, harus segera disudahi. Ayo! Ike yakin, ini perbuatan vampir lain yang tidak menaati kode etik vampir internasional. Ike juga yakin dia vampir yang tidak terpelajar. Cih! Oh ya, Ike sudah bertemu Hakim Sorka, dan memastikan kepadanya, bahwa itu bukan perbuatan anggota VC. Embeeer…” jelas sang penasihat, panjaaang lebaaar sekali, sampai-sampai perapat banyak yang tertidur.
Jendral Triumph manggut-manggut, berpikir keras demi kelangsungan hidup dan masa depan rakyatnya. “Baiklah, kita kerahkan mata-mata!” katanya kemudian. “Tolong, Mayor West, tempatkan anak buahmu di tiap penjuru kota! Ingat, jangan sampai terlihat oleh manusia! Saya tidak ingin keberadaan kita yang telah menjadi rahasia, terbongkar hanya karena kecerobohan mereka! Dan besok petang, harus sudah ada laporan yang jelas di meja kantor saya!” perintahnya.
“Huh, again-again security!” gerutu West. “Eh, tapi, Jendral, demi menghadapi keadaan ini, kami mohon bantuan konsumsi demi menjaga vitalitas kami. Soalnya—” West mencoba memperjuangkan haknya tapi keburu dipotong.
“Apa kamu bilang!? Rewel banget sich!” Triumph melotot. “Lu minta sana ama sie per-dapuran” tutup jendral.
Para awak sekuriti melenguh.
“Oh ya saya lupa!” Jendral tidak jadi menutup.
“Apa Jendral?” tanya penasihat.
“Anu, itu, lampu kamar mandi kok mati, ya, tolong diperbaiki.”
Gedubrak! Perapat yang hadir ambruk berguling-guling.
Rapat singkat alias briefing pun bubar. Jendral Triumph menuju peti kebesarannya. Permaisurinya sudah terlelap, cuek aja. Padahal sang jendral lagi ‘mau’. Kacian deh lu!
***
Mayor West mengatur pasukannya. Separuh cowok, separuh cewek. Yang cowok ia pimpin sendiri, yang cewek dikomandoi oleh Ajudan Jolly. Sebelum dentang jam tengah malam, masing-masing mata-mata telah menempati sektor yang telah diatur. Pembesar-pembesar yang lain, yang katanya mau ikut andil membantu mengawasi kota, ternyata hanya tipu daya, mencari muka saja. West dan anak buahnya hanya bisa mengelus dada (dadanya masing-masing loh!). Terlebih, saat menyadari jatah konsumsi mie instan mereka bablas entah ke mana (ah, jangan-jangan diembat vampir lain. Tapi masak vampir doyan mie?)
Dan malam itu juga, para mata-mata tetap belum bisa memperoleh informasi dan kemunculan hal yang ganjil. Akhirnya Jendral Triumph mengadakan rapat bersama para hakim besar kota Apple Bwuoszok. Demi menjaga dan mengantisipasi pemikiran publik yang macam-macam, mereka sepakat untuk menculik dan menyembunyikan beruang dari kebun binatang Apple Bwossok Zoo, agar publik percaya bahwa keresahan selama ini bukanlah perbuatan beruang ngamuk. Yaah, semua itu demi menjaga kerahasiaan keberadaan para VC di kota itu (back street nich ye).
***
Hingga pada suatu malam terjadi keributan di taman kota. Seorang gadis berteriak-teriak histeris minta pertolongan. Ia menunjuk sesuatu di kursi taman, di mana darah berceceran. Ia bercerita bahwa saat dia dan cowoknya sedang asyik bercumbu di sana, tiba-tiba muncul sesosok manusia yang bisa terbang, tapi bukan Superman, soalnya dia berkostum hitam-hitam dan mengenakan kacamata riben. Dia langsung mencengkeram leher pemuda sial itu, menggigit, dan menghisap darahnya sambil terbang nabrak-nabrak pohon (kenapa nabrak-nabrak pohon, ya? Tolong dicatat ini!)
“Sudahlah, Mbak, eh Dik, relakan kekasih Anda. Dia disamber vampir, sudah pasti tak ada harapan untuk hidup,” West mencoba menenangkan gadis itu yang masih sesenggukan.
“Bukan itu, buodoh!!!” eh ternyata tuh cewek gualaknya minta kambing, eh ampun. “Yang aku gak rela, tuh vampir ngembat jaket biru kesayanganku, tahu!!!” ia malah mencak-mencak. “Tapi… tuh vampir keren juga lho!”
Gedubrak!
Dari informasi tersebut, Jendral Triumph langsung memerintahkan pasukannya untuk mengejar Vampir X dari jejak-jejak darah yang ditinggalkan.
Major West yang punya daya penciuman yang kuat akhirnya berhasil menemukan Vampir X tersebut. Yakni di sebuah kuburan Cina di atas bukit. Dia mencoba menanyakan identitasnya, tapi si Vampir X balas  menyerangnya. Maka terjadilah duel di darat, udara, dan dinding-dinding.
“Hei, drakula juahat! Kamu belagu amat sich, duel pakai kacamata hitam segala!” ledek West.
“Diem lu, drakula gondrong! Lu sendiri perang sambil bawa HT! Temen lu tuh manggil-manggil dari tadi! Nerocos terus! HT kok buat mainan!” balas Vampir X.
Duel berlanjut. Non-stop selama 3 hari 2 malam.
Akhirnya... karena dipaksa nguras tenaga selama itu tanpa sempat istirahat, West ambruk ke tanah.
Saat itulah, Triumph datang dengan pasukannya (biasa, ‘yang berwajib sekaligus merasa berhak’ datang belakangan). Ia marah bukan main; West disangkanya tidur. Maka ia sendirian mencari sang Vampir X. Ia ingin membalaskan dendam dengan tangannya sendiri. Dengan daya metafisika yang tinggi (akumulasi energi sebab tak bercinta dengan permaisurinya selama seminggu), ia berhasil memindai keberadaan vampir tersebut. Secepat kilat ia sudah di hadapan sang vampir. Vampir X tentu merasa terganggu dengan kedatangan Triumph.
“Lu ngapain di sini? Ngeganggu gue aja!” Vampir X kesal. Tapi tetep terlihat cuek.
“Apa!? Seharusnya gue yang tanya lu! Siapa lu, dan kenapa lu ganggu keamanan kota ini?”
“Pih! Memangnya dunia ini milik mbahmu!? Bebas aja gue kemana gue suka!” jawab si vampir ketus.
“Baiklah, maaf atas kekurang sopanan gue. Kota ini sebelumnya aman tentram aja, sampai kemudian terjadi hal-hal aneh yang hanya bisa dilakukan oleh bangsa kita. Gue nggak nuduh lu. Tapi kalau lu bisa kasih informasi, gue akan sangat menghargainya,” balas triumph dengan lebih sopan.
“Manusia itu sudah ditakdirkan menjadi makanan kita. Ngapain sich lu ngurusin mereka?” vampir berlagak cuek. “Kurang kerjaan aja, kayak... siapa tadi yang bawa-bawa HT? Gua libas aja, mampus!”
“Nah, lu malah ngaku!?” Triumph melotot, serius.
Si vampir X diam saja (ctt: diam tanda setuju).
“Bangsat! Lu harus mampus malam ini juga!” geram Triumph sambil mengambil langkah menyerang. Vampir X tidak tinggal diam, dia mencoba mengelak. Namun pukulan Triumph sempat mengenai mukanya. Seketika itu juga kacamata riben-nya lepas. Dan terlihatlah mata vampir terbelalak, dengan luka yang mengerikan.
“Oh pantas lu asal aja milih korban. Jadi lu ini vampir buta!” Triumph terbelalak. “Tapi kalo gue boleh nanya, apa sich kelebihan lu kok bisa meng-KO si West?” tanya Triumph menyadari vampir yang di hadapinya ternyata selama ini telah kehilangan indera penglihatannya.
“Ha! Lu gak tahu ya!? Gue punya pendengaran yang tajam. Selain itu, gue juga punya jurus andalan, jurus hawa dingin penembus tulang. Lu nggak usah banyak cing-cong deh! Terimalah serangan ini! Jurus tendangan tanpa bayangan! Ciaaattt!” si Vampir X menghimpun kekuaatan yang ia miliki. Namun Triumph tidak kalah siap dengan kemungkinan tersebut. Ia memejamkan matanya, dan mengirimkan energi untuk memanggil pasukannya. Tidak sampai 5 detik, para pasukan andalannya telah memenuhi area pertempuran tersebut. Lalu ia suruh pasukannya untuk membuat suara dan bunyi-bunyian yang dengan hal itu mengganggu pendengaran vampir. Ada gitar, rebana, konga, ada computer, ada rapper, ada sinden lagi! Benar juga, si vampir jadi linglung. Ia membabi buta, memukul sekenanya. Namun sia-sia. Iapun terbang, mencoba melarikan diri. Namun perangkap jala telah menutup jalan keluarnya. Ia tertangkap.
“Triumph, sebelum lu bunuh gue, ngomong-omong, apa sih rahasia lu bisa ngalahin gue yang hebat ini?” tanya Vampir X dengan geram.
“Asal lu tahu aja, rahasia gue, minum sari cabe merah! Ha-ha-ha!” jawab Triumph bangga.
***
Vampir X diseret  ke mahkamah agung VC dan diadili dengan tuduhan pembunuhan dengan sengaja (tuduhan ngembat jaket dibatalkan karena ternyata tuh jaket nggak ilang bener, tapi si gadis lupa kalau jaket udah dia masukkan ke dalam tasnya. Dasar!). Keputusan dewan juri adalah merantai si Vampir X di ruangan khusus yang bila siang tidak terlindungi dari sinar matahari. Vampir X dibantu pengacaranya mencoba naik banding, namun LPJ-nya ditolak.
“Kaciaaaan…deh lu!” Sang Penasehat berjoget ria.
“Tunggu!” Mayor West masuk ke ruang sidang dengan kruk, terpincang-pincang. “Saya keberatan dengan hukuman mati, Yang Mulia,” protesnya.
UWA?? Serempak anggota sidang tercengang, heran.
“Kenapa dia jadi vampir jahat, itu perlu dipertanyakan. Hm, mungkin sejak kecil dia kurang kasih sayang dari orang tuanya... Mungkin karena buta dia disisihkan, ngggak punya teman, akhirnya jadi penjahat. Dengan kata lain, masyarakat yang jahat sama dia menjadikannya penjahat.”
Hening. Peserta sidang terbungkam.
“Kamu ini tak tahu di sial, West!” Jenderal Triumph muntab. “Kamu itu hampir mati oleh dia, kok malah bela-belain dia, ha?!
“Maaf, Baginda! Menurut saya, yang perlu dibakar tuh bukan tubuh, tapi batinnya! Pikirannya! Gimana kalo kita didik vampir ini supaya bisa menjadi vampir yang baik?”
“Kamu ini naif banget sih, West?” Jenderal Triumph bangkit dari kursinya, menunjuk Mayor West. “Dihukum mati 70 kali pun belum sepadan dengan soda-sodanya, eh, dosa-dosanya, tahu gak sih? Eh, Penasehat, saya pesan soda anggur darah! Saya minum dua!”
“Maaf, Baginda! Saya mohon, beri dia kesempatan kedua. Nanti kalopun gagal, sudilah kiranya membakar saya juga. Saya percaya, yang dia butuhkan adalah cinta. Dan saya percaya, cinta mampu mengubahnya. Saya yakin, jiwa vampir ini belum mati. Dia mestinya tahu di syukur,” bela West.
Jenderal mengesah. “Gimana, Rakyatku?” Jenderal mengembalikan keputusan kepada rakyat.
“Em... kok sepertinya saya setuju ya, Tuan?” seorang vampir cewek unjuk taring. Manis dia kala tersenyum, mirip artis Sora Aoi.
“Lha kok balik tanya?”Jenderal memicing, terengah-engah, tanda lagi birahi.
“Anu... kalo diingat-ingat, dirasa-rasa, sebenarnya saya sendiri gak tega waktu menggigit mangsa saya, betapapun jahatnya dia. Saat liat dia kejang-kejang sekarat, lalu mati, hii. Sungguh. Saya sering berandai sekiranya makanan pokok saya bukanlah darah, tetapi... em, apa ya? Kenapa sih kita mesti makan darah?”
“Balik tanya lagi?” Jenderal duduk kembali ke atas kursinya, menyesap kaleng soda.
“Saya usul!” kali ini vampir ilmuwan botak unjuk kening karena dia ngomong sambil menunduk. “Gimana kalo kita bikin riset tentang darah? Siapa tahu kandungan esensial di dalamnya bisa digantikan dengan substansi lain yang lebih ramah lingkungan. Gimana?”
“Saya juga dapat ide!” vampir berjenggot lebat unjuk jenggot karena dia ngomong sambil menengadah ke langit. “Kita bikin sekolah untuk para manusia penjahat. Kita didik mereka bahwa sejahat-jahatnya manusia itu bisa lebih jahat vampir loh. Sesadis-sadisnya manusia bisa lebih sadis vampir loh. Dengan begitu, ketika mereka tahu rasanya dijahati, disadisi, mereka gak mau. Ibarat kalo gak mau dicubit ya jangan mencubit. Kalo alasan mereka menjadi penjahat adalah terdesak kebutuhan ekonomi, kita ubah saja mereka jadi vampir. Jadi kalo mereka lapar, ya puasa saja, tidur di dalam peti sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. Nanti pas bangun siapa tahu keadaaan negara sudah bagus, pemerintah mencukupi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kesehatan warga negaranya. Gimana?”
“Idih! Emang vampir bisa berubah kembali jadi manusia?” Penasehat protes.
“Nah, itu juga perlu diriset! Tapi saya optimistis kok,” bela vampir ilmuwan botak.
“Hm, ya, ya, terasa nyaman di hati usul-usul kalian itu. Hm, ya, ya. Aku cinta istriku yang tiada empatnya. Eh? Sampai mana tadi?”
Gedubrak! Mayor West terjungkal dari kruknya. “Saya mau jadi ortu asuh si Vampir X, Baginda. Eh, nama aslinya tuh siapa sih?”
“Perkenalkan, nama saya...” vampir X buka mulut. “Sumanto.”
“OK, gimana, Rakyatku? Mana yang kalian setuju, hukum mati Sumanto atau didik Sumanto?”
“Maaf!” tiba-tiba suatu sosok lelaki muda maju ke tengah sidang. “Meski saya bukan rakyat vampir, tapi manusia tulen, saya mau usul. Lebih tepatnya, saya ini keluarga dari mendiang yang jadi korban keberingasan vampir jahat itu. Tapi... terus terang... saya lebih setuju kalo vampir itu dididik saja, bukan dibunuh. Toh dibunuh takkan menghidupkan mendiang kakak saya. Syaratnya cuma satu. Selama ini kakak saya menjadi tulang punggung keluarga kami setelah bapak kami tiada. Saya harap vampir X bersedia membantu saya menafkahi keluarga kami.”
“Profesi mendiang kakakmu apa sih?” tanya Jenderal.
“Buruh bangunan, Tuan,” jawab si manusia penyelundup.
“Hm, gimana, X? Eh, Sumanto? Mau kamu nanti jadi buruh bangunan?”
“Mau banget, Triumph! Eh, Jenderal Triumph! Selama saya dulu jadi manusia, gak ada yang mau jadi teman saya! Gak ada yang mau kasih saya pekerjaan! Hu-hu, gak enak bener rasanya, hu-hu!” vampir X tersedu-sedu. “Jadinya saya kesepian, hu-hu, pengangguran, hu-hu. Itu sebabnya saya tertarik jadi vampir! Huwaaa!”
“Baiklah, vonis dijatuhkan. Hukuman untuk si vampir adalah dididik jadi vampir yang baik, berguna bagi masyarakat dan dunia. Amin.” Tok-tok-tok!
“Gimana dengan ide riset dan sekolah, Baginda?” tanya vampir ilmuwan dan guru bersamaan.
“Hm, nanti kita rapat lagi. Yang jelas kita butuh dana. Sementara, kita hidup seperti biasa aja dulu. Ya?”
Demikianlah. Eksekusi dilakukan. Vampir X dimasukkan ke dalam sebuah tabung kaca besar berisi air. Lalu saat pas matahari terik, tabung kaca itu diekspor ke sinar matahari. Tubuh si vampir X gak ‘kukuh’, tersengat listrik jutaan volt. Diiringi teriakan panjang yang memilukan, tubuhnya menyusut, kembali menjadi bocah imut-imut.
Kata pertamanya setelah dikeluarkan dari tabung kaca adalah, “Papa,” kala ia menatap Mayor West yang menimangnya dan didapuk oleh VC untuk menjadi ortu asuh bayi X.
***
Kota Apple Bwoszok aman lagi. Para VC pindah kota begitu Mayor Dorte teken kontrak dengan penguasa wilayah kota tersebut. Mencari petualangan baru. Dan mungkin saja adalah kota Anda. Who knows? Siapa tahu?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar