Rabu, 18 Juli 2012

Seorang Pria yang Membunuh Wanitanya




Entahlah apa yang ada di dalam benakku saat ini. Kosong. Semua sudah terjadi. Semua ini salahku. Oh, tidak tidak tidak. Semua salahnya. Andai kau tahu, kau juga pasti akan menyalahkannya.
Tentu juga akan melakukan hal yang sama kepadanya, seperti yang telah kulakukan kepadanya barusan. 

 Aku terduduk sambil melihat tubuh kaku wanita itu. Wanita yang terkapar itu. Wanita yang istriku itu. Wanita yang tubuhnya bersimbah darah itu. Wanita yang telah membuatku 

 Kilasan-kilasan kejadian beberapa menit sebelum sekarang kembali teringang dalam benakku. Samar-samar. Rasanya beberapa menit tadi menjelma waktu ratusan abad. Sekeping demi sekeping aku mengingatnya, mengkronologiskannya hingga tercipta satu cerita utuh.

 "Kau tak bisa lakukan ini padaku Teti," kataku pada istriku saat ia baru membuka pintu rumah. 

 Teti melirikku tapi diam saja mendengar celotehku. Kemudian, ia pergi ke dalam kamar kami. Aku membuntutinya dan menyerangnya dengan berbagai pertanyaan. 

 "Lelaki tadi siapa?"

 Namun, lagi-lagi Teti hanya diam saja sambil meletakkan plastik-plastik belanjaannya di kasur. Ia membuka blues dan jeans yang dikenakannya hingga tersisa bra dan celana dalam warna merah menyala saja. 

 "LELAKI YANG MENGANTARKANMU ITU SIAPA?!" tanyaku lagi. 

 Teti tetap meneruskan kegiatannya tanpa mempedulikan teriakanku. Ia membuka lemari mengambil kaos dan celana pendek untuk dikenakannya. Tak dipedulikan seperti itu membuatku naik darah. Aku menghampirinya kemudian mencengkeram kedua lengannya, memaksanya berbalik. 

 "JIKA KUTANYA MAKA JAWABLAH!" perintahku padanya. 

 Teti malah tertawa. 

 "Kenapa kau tertawa, hah?" 

 "Kenapa aku harus menjawab kau? Apa yang membuat kau merasa istimewa menyuruh-nyuruhku untuk menjawab pertanyaanmu?"

 "Perempuan laknat!" Aku ingin menamparnya tapi urung kulakukan. 

 "Ayo lakukan bang! Lakukanlah jika kau merasa itu yang paling benar untuk dilakukan. Karena selama ini abang kan tidak pernah melakukan hal yang benar?"

 Darahku mendidih mendengar makiannya. Aku ke belakang mengambil pisau. Kuhunus dengan cepat ke perut Teti. Tak hanya sekali, tepat di dada kiri kuhujamkan pisau itu beberapa kali. 

 Tak perlu menunggu waktu lama. Teti roboh. Aku pun senang. Setan girang.

 Entahlah apa yang ada di dalam benakku saat ini. Kosong. Semua sudah terjadi. Semua ini salahku. Oh, tidak tidak tidak. Semua salahnya. Andai kau tahu, kau juga pasti akan menyalahkannya. Tentu juga akan melakukan hal yang sama kepadanya, seperti yang telah kulakukan kepadanya barusan. Dan kau sudah tahu bukan apa kesalahan wanita itu? 

 Sudah cukup aku cerita. Kau mungkin sudah tak ingin mendengarkan cerita dariku lagi bukan? Cerita seorang pengangguran yang membunuh istrinya gara-gara berselingkuh dengan lelaki lain? Dan bagaimana aku mmenguburkannya?






Tidak ada komentar:

Posting Komentar